pttogel Jakarta, 12 Juni 2025 – Kabar mengejutkan datang dari Arab Saudi yang secara resmi mengirimkan nota diplomatik kepada Pemerintah Indonesia mengenai potensi pemangkasan kuota haji Indonesia hingga 50%. Langkah ini disebut sebagai respons atas sejumlah permasalahan teknis dan diplomatik yang dianggap belum diselesaikan secara memuaskan oleh pihak Indonesia dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun sebelumnya.
Latar Belakang Ancaman Pemangkasan Kuota
Arab Saudi adalah satu-satunya otoritas penyelenggara ibadah haji secara internasional, dan negara-negara Muslim dari seluruh dunia sangat bergantung pada kebijakan dan kuota yang diberikan oleh Kerajaan. Setiap tahun, Saudi menentukan kuota haji berdasarkan populasi Muslim di masing-masing negara. Untuk Indonesia—negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia—kuota haji biasanya berkisar di angka 221.000 jemaah.
Namun, pada musim haji 2025, situasi menjadi panas setelah pihak Saudi menilai bahwa ada beberapa pelanggaran dan ketidaksesuaian yang dilakukan oleh jemaah dan penyelenggara haji asal Indonesia. Dalam laporan yang beredar di kalangan diplomatik dan media lokal Saudi, disebutkan beberapa faktor yang memicu ancaman pemangkasan kuota tersebut.
baca juga:
Penyebab Utama:
1. Banyaknya Jemaah Non-Kuota (Visa Furoda dan Umrah)
Arab Saudi menyoroti membeludaknya jemaah Indonesia yang berangkat menggunakan visa non-kuota seperti visa Furoda dan Umrah. Menurut laporan dari Kementerian Haji dan Umrah Saudi, ribuan warga Indonesia menggunakan jalur tidak resmi untuk berhaji, sehingga melanggar regulasi visa dan mengacaukan pengelolaan logistik, transportasi, hingga akomodasi di Mina dan Arafah.
Pemerintah Saudi menyatakan bahwa praktik semacam ini tidak hanya membahayakan keselamatan jemaah itu sendiri, tetapi juga menciptakan tekanan berlebihan terhadap infrastruktur yang sudah disesuaikan dengan kuota resmi.
2. Pelanggaran Prosedur dan Disiplin di Tanah Suci
Pihak Saudi juga mencatat banyaknya pelanggaran aturan selama pelaksanaan ibadah, termasuk jemaah yang tidak mematuhi batas waktu wukuf, berpindah tenda tanpa izin, atau membuat kerumunan tanpa pengawasan petugas. Bahkan ditemukan beberapa kasus jemaah asal Indonesia tertangkap oleh otoritas Saudi karena mencoba menyusup ke area tertentu tanpa izin resmi.
Hal ini dianggap sebagai bentuk kelalaian dari pihak penyelenggara haji, terutama dalam pengawasan dan edukasi terhadap jemaah sebelum keberangkatan.
3. Kritik Terbuka terhadap Kebijakan Saudi oleh Pihak Indonesia
Sumber diplomatik menyebutkan bahwa beberapa tokoh dan pejabat Indonesia kerap melontarkan kritik terbuka terhadap kebijakan visa, biaya layanan haji, hingga transparansi penggunaan dana haji oleh otoritas Saudi. Meskipun kritik tersebut sering dilakukan dalam konteks kebebasan berbicara, pihak Saudi menilai hal ini sebagai bentuk ketidakhormatan terhadap otoritas Kerajaan.
Isu ini turut memperkeruh hubungan bilateral dan menimbulkan ketegangan yang cukup serius dalam beberapa pertemuan tingkat tinggi antara kedua negara.
Respons Pemerintah Indonesia
Menteri Agama Republik Indonesia, dalam konferensi pers pagi ini, menyatakan keprihatinan mendalam atas nota diplomatik tersebut. Pemerintah menyatakan akan segera mengirimkan delegasi ke Riyadh untuk membicarakan isu ini secara langsung dan mencari solusi terbaik agar hak jemaah haji Indonesia tidak dirugikan.
“Kami akan memastikan bahwa hubungan baik Indonesia dan Arab Saudi tetap terjaga. Namun kami juga akan melakukan evaluasi serius terhadap pelaksanaan haji tahun-tahun sebelumnya, termasuk pemberian visa Furoda dan pengawasan di lapangan,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden RI juga dikabarkan telah memerintahkan Kemenlu dan Kemenag untuk melakukan diplomasi intensif guna mempertahankan kuota haji secara penuh dan memastikan kelancaran ibadah haji bagi warganya.
Reaksi Masyarakat dan DPR
Ancaman pemangkasan kuota haji ini sontak menuai berbagai respons dari masyarakat luas, terutama calon jemaah haji yang sudah menunggu bertahun-tahun dalam antrean. Di media sosial, banyak warganet menyuarakan kekecewaan dan meminta pemerintah bersikap tegas dalam menjaga kepentingan jemaah.
Di sisi lain, DPR melalui Komisi VIII mendesak pemerintah untuk transparan dalam pengelolaan visa dan pengawasan biro travel haji yang sering kali mengambil jalan pintas dengan menawarkan jalur non-kuota secara ilegal.
“Kita tidak boleh biarkan praktik nakal dari oknum biro travel mencoreng nama baik bangsa di mata internasional. Jika perlu, cabut izin dan tindak tegas,” ujar seorang anggota DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Kemenag.
Upaya Jangka Panjang: Evaluasi dan Revisi Regulasi Haji
Kasus ini membuka mata banyak pihak bahwa sistem penyelenggaraan haji Indonesia membutuhkan perombakan menyeluruh, baik dari segi regulasi, edukasi, hingga pengawasan di lapangan. Pemerintah disarankan untuk memperketat pemberian visa Furoda dan memperjelas legalitas biro travel yang mengklaim bisa memberangkatkan jemaah di luar jalur resmi.
Selain itu, edukasi terhadap jemaah soal aturan dan budaya di Tanah Suci harus diperkuat agar tidak terjadi lagi pelanggaran yang bisa merugikan kuota nasional secara keseluruhan.
Penutup: Diplomasi sebagai Jalan Tengah
Ancaman dari Saudi bukan hanya soal angka kuota, tapi juga sinyal tegas bahwa aturan internasional harus dihormati. Indonesia, sebagai negara dengan umat Muslim terbesar, memiliki tanggung jawab besar untuk menunjukkan kedewasaan dalam mengelola ibadah haji dengan tertib, disiplin, dan taat aturan.
Diplomasi yang cermat dan perbaikan internal yang menyeluruh adalah dua langkah penting untuk menjaga kepercayaan Saudi dan memastikan bahwa jutaan umat Islam Indonesia tetap bisa menunaikan rukun Islam kelima tanpa hambatan ke depan.